Berita

Dinilai Sering Merugikan Indonesia

Komisi VII Minta Pemerintah Lapor Sebelum Teken Kontrak Pertambangan

Oleh Aris Eko pada hari Jumat, 16 Jan 2015 - 09:35:21 WIB | 0 Komentar

Bagikan Berita ini :

48Rapat di Komisi V.JPG

Rapat Dengar Pendapat Umum di DPR (Sumber foto : Indra Kesuma-Teropong Senayan)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Dinilai sering merugikan Indonesia, Komisi VII minta pemerintah melaporkan isi atau materi perjanjian sebelum kontrak ditandatangani. Langkah ini sebagai upaya parlemen ikut mengawasi pengelolaan sumber daya alam agar memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi Indonesia.

"Komisi VII minta pemerintah melaporkan perkembangan perundingan dan isi perjanjian, paling lambat seminggu sebelum kontrak ditandatangani," ujar Mulyadi, Wakil Ketua Komisi VII saat membacakan salah satu kesimpulan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Dirjen Minerba R Sukhyar, Kamis petang (15/1/2014) di gedung DPR, Jakarta.

Kontrak pertambangan, baik berupa Kontrak Karya (KK) maupun PKP2B (Perjanjian Kontrak Pengusahaan Pertambangan Batubara) selama ini ditandangani oleh Menteri ESDM (atas nama Presiden) mewakili pemerintah dengan penanam modal. Kontrak-kontrak inilah yang dinilai Komisi VII banyak merugikan Indonesia.

Dalam rapat yang dipimpin Mulyadi itu R Sukhyar memang memaparkan perkembangan renegosiasi atau perundingan ulang perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia. Perusahaan yang menambang emas di Papua ini masa kontraknya akan habis pada tahun 2021.

Saat ini pemerintah sedang melakukan perundingan menjelang berakhirnya kontrak tersebut. Selain Freeport, Sukhyar juga memaparkan beberapa kontrak pertambangan lainnya juga sedang dilakukan amendemen. Selain akan berakhir, amendemen terkait berlakunya UU nomor 4/2009 tentang Minerba. "Proses renegosiasi masih terus berlangsung. Beberapa diantaranya sudah menghasilkan kesepakatan," papar Sukhyar.

Hanya saja sebagian besar anggota Komisi VII menilai kontrak-kontrak pertambangan banyak merugikan Indonesia. "Segera akhiri saja jika pihak asing itu tidak mengikuti aturan yang berlaku disini," ujar Totok Daryanto, anggota Fraksi Partai Manat Nasional.

Sedang Kurtubi, anggota Fraksi Partai Nasdem menilai perjanjian atau kontrak pertambangan yang berlaku saat ini seperti jaman kolonial. "Kita juga tidak mendapatkan keuntungan yang berarti. Royalti emas sebesar 1 persen itu kecil sekali," papar Kurtubi. Dia mendesak pemerintah berani memasukan materi kontrak yang lebih menguntungkan Indonesia.(ris)

tag: #Komisi VII   #DPR   #kontrak pertambangan  

Bagikan Berita ini :

Kemendagri RI
advertisement