Bagikan Berita ini :
Heri Gunawan (Sumber foto : Istimewa)
Pajak masih menjadi “tulang punggung” APBN 2016. Hal itu bisa dibaca dari jumlah penerimaan pajak yang mencapai Rp 1.505 triliun dari total pendapatan sebesar Rp 1.823 triliun. Artinya, lebih dari 80 persen pendapatan negara di APBN 2016 berasal dari pajak. Angka itu naik 1,1 persen jika dibandingkan dengan APBN-P 2015.
Yang sangat disayangkan, penerimaan pajak itu akan membiayai belanja yang mayoritas digunakan untuk pelayanan umum pemerintah pusat, seperti pembayaran bunga utang, dukungan manajemen teknis kementerian/lembaga, dll.
Lalu, apa signifikansi peningkatan penerimaan pajak kalau mayoritasnya hanya untuk membiayai pengeluaran rutin dan teknis, serta pembayaran bunga utang?
Bisa dibilang peningkatan pajak tidak punya arti sama sekali pada pembangunan ekonomi rakyat secara langsung. Uang itu hanya terkuras pada pengeluaran rutin dan bersifat administratif, dan hanya tersisa sedikit untuk pembangunan langsung.
Sebagus apapun argumentasi pemerintah Jokowi-Kalla, peningkatan pajak akan sulit bermanfaat jika dimasukkan dalam APBN yang bocor untuk hal-hal yang mubazir. Tambahan triliunan rupiah untuk APBN 2016 akan terkuras untuk membayar utang yang tidak kurang dari Rp 300 triliun (cicilan pokok+bunga).
APBN 2016 hanya akan memasung ekonomi rakyat. Rakyat kehilangan haknya atas anggaran publik sehingga akses terhadap program-program produktif seperti kesehatan, pendidikan, pangan dan infrastruktur sosial lainnya, makin sempit.
Pemerintah Jokowi-Kalla telah bermain-main dengan nasib rakyat, yang mutlak mempunyai hak terhadap anggaran publik tersebut. Tim ekonomi yang ada sekarang hanya mempunyai visi teknis fiskal belaka, dan kemudian terus-menerus menggeser beban utang dan pajak ke masyarakat luas.
Pemerintah Jokowi-Kalla juga belum menunjukkan keberpihakan kepada penumbuhan Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Industri Kecil Menengah (IKM) secara optimal. Ini terlihat dari komposisi anggaran di kementerian/lembaga terkait yang masih saja didominasi oleh pengeluaran manajemen rutin dibanding program-program produktif.
Sehingga, cukup beralasan jika Pemerintah Jokowi-Kalla dikatakan makin melenceng jauh dari cita-cita kesejahteraan rakyat sebagaimana janji-janjinya tempo hari. Hingga hari ini, rakyat belum merasakan dampak program ekonomi secara langsung. Malahan, selama setahun terakhir, terjadi justru sebaliknya. Akibatnya, tingkat PHK makin tinggi. Pada bulan September 2015 saja, berdasarkan data Apindo, jumlah PHK mencapai 27.000 orang karena perusahaannya gulung tikar. Berikutnya, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) terus meningkat sebesar 30 ribu orang.
Kesimpulannya, dengan melihat postur APBN 2016 seperti tadi, maka rakyat tidak bisa berharap banyak untuk bisa mendapatkan haknya atas anggaran yang pro kesejehateraan. Penyebabnya jelas, karena kebijakan anggaran. Pemerintah Jokowi-Kalla belum berpihak pada ekonomi rakyat secara langsung. Bahkan, memasungnya.(*)
TeropongKita adalah media warga. Setiap opini/berita di TeropongRakyat menjadi tanggung jawab Penulis.
Disclaimer : Kanal opini adalah media warga. Setiap opini di kanal ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.
tag: #apbn 2016 #heri gunawan #dpr #parlemenBagikan Berita ini :