Opini

Mega Menjaga

Oleh Fandy Hermanto pada hari Senin, 27 Apr 2015 - 19:46:31 WIB | 0 Komentar

Bagikan Berita ini :

5megaTSCom.JPG

Megawati Soekarnoputri (Sumber foto : Indra Kusuma/TeropongSenayan)

Pada kongres IV PDI Perjuangan tanggal 8-12 April lalu, para pengamat memfokuskan amatannya pada dua isu sentral. Pertama, figur Megawati sebagai ketua umum. Kedua, posisi PDI Perjuangan sebagai partai utama pengusung Pemerintahan. Dua isu sentral ini memang terbaca 'seksi' untuk dijadikan wacana diskusi dan bahan telaah politika. Sebagai partai pemenang pemilu, rumusan sikap kongres PDI Perjuangan memang ditunggu-tunggu sebagai rambu jalannya roda partai hingga kongres berikutnya.

Hal menarik pada kongres IV PDI Perjuangan ini adalah sorotan pada figur Megawati Soekarnoputri. Peta politik pasca pemilu 2014 lalu, dan rangkaian suksesi pimpinan puncak mayoritas partai politik nasional di tahun 2015, menentukan peta politik jelang pemilu 2019 kelak.

Mega, fokus sasaran tembak megawati menjadi fokus sasaran tembak media massa. Megawati dianggap sosok yang mengganggu pemerintahan Jokowi. Namun, satu hal yang luput dari sorotan media massa adalah bagaimana Megawati menutup informasi terkait kebenaran isu-isu dan opini yang berkembang di ranah publik. Megawati mengerti betul bagaimana memposisikan diri dalam peta politika nasional. Megawati ialah sosok yang tidak mau diperbudak citra. Presiden RI Ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pada hari Jumat (24/4) dalam acara Rapat Pimpinan Nasional Insan Muda Demokrat Indonesia (IMDI) menyatakan bahwa “Pemerintahan jangan diganggu, jangan. Dulu sepuluh tahun (saya memimpin Indonesia) ada elemen yang konsisten mengganggu saya dan kita tak perlu lakukan hal yang sama”.

Pada kesempatan yang sama, SBY pula menyatakan bahwa “Tidak ada yang ingin lihat bangsanya mundur, maka wajib IMDI dan Partai Demokrat beri kesempatan dan dukungan kepada Presiden Jokowi. Jangan diganggu. Beri kesempatan.”
Pengamat politik, Yunarto Wijaya menilai bahwa pernyataan SBY tersebut ialah bentuk majas sindiran kepada seterunya, Megawati dan Prabowo.

Saya ingin mengatakan bahwa apa yang dipikirkan dan dilakukan oleh Megawati sebagai langkah politik hari ini adalah hasil bacaan peta politika nasional secara menyeluruh. Tuntutan suksesi ketua umum tentu akan dipikirkan dengan matang, sebab lawan politik masih pada posisi yang lamban dalam hal suksesi ketua umum. Pada Partai Demokrat, masih ada SBY; Pada Partai Gerindra masih ada Prabowo; Pada Partai Hanura masih ada Wiranto; Pada Partai PKPI masih ada Sutiyoso.

Kenyataan kultur masyarakat kita yang hormat pada tetua adalah pertimbangan kuat menunda suksesi pucuk pimpinan partai politik. Dapat kita bayangkan, SBY sebagai ketua umum partai Demokrat beradu lobi dengan lawan politik yang lebih muda. Puan Maharani atau Fadli Zon misalnya, tentu akan ada rasa sungkan terhadapnya, dan sesuai kultur masyarakat kita, menganggap SBY sebagai orang tua yang sebaya ibunya.

Oleh karenanya, keberadaan Megawati sebagai ketua umum DPP PDI Perjuangan adalah penyeimbang kekuatan di eksternal partai, dan sekaligus penjaga partai yang dibesarkannya di internal partai. Sekali lagi, ini terkait dengan jalannya partai-partai menuju pemilu 2019 kelak.

Fandy Hermanto: PC PA GMNI Jakarta Barat
twitter: @Fandy_Hermanto

 

TeropongRakyat adalah media warga. Setiap opini/berita di TeropongRakyat menjadi tanggung jawab Penulis.

Disclaimer : Kanal opini adalah media warga. Setiap opini di kanal ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.

tag: #megawati   #kongres pdip   #sby  

Bagikan Berita ini :

Kemendagri RI
advertisement