Berita

Banyak Kasus Intoleransi, Ketua Komisi XIII DPR Tegaskan Hak Beribadah adalah Konstitusional dan Dilindungi Negara

Oleh Sahlan Ake pada hari Selasa, 08 Jul 2025 - 16:25:45 WIB | 0 Komentar

Bagikan Berita ini :

tscom_news_photo_1751966843.jpeg

Willy Aditya (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya menyoroti berbagai peristiwa intoleransi yang terjadi beberapa waktu belakangan ini. Ia pun menegaskan bahwa beribadah sesuai keyakinan adalah hak warga negara yang dijamin secara konstitusional.

"Beribadah adalah hak konstitusional setiap warga negara dan wajib dilindungi oleh negara. Tidak ada alasan apapun membenarkan pembubaran aktivitas ibadah. Apalagi jika pembubaran diiringi dengan intimidasi dan persekusi," kata Willy Aditya, Selasa (8/7/2025).

Seperti diketahui, beberapa waktu lalu perusakan rumah terjadi di Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat, karena menjadi lokasi retret keagamaan. Insiden perusakan yang videonya viral  itu menunjukkan sekelompok orang menurunkan kayu salib sambil berteriak-teriak. 

Sejumlah massa juga membubarkan retret pelajar Kristen di Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi tersebut secara paksa. Pihak kepolisian menetapkan 8 tersangka dalam kasus tersebut.

Para tersangka tersebut dijerat dengan Pasal 170 KUHP tentang perusakan secara bersama-sama. Selain itu, mereka juga diancam Pasal 406 KUHP tentang perusakan barang. 

Kasus intoleransi lain baru-baru ini juga terjadi di wilayah Depok, Jawa Barat. Warga RT 2 dan RT 5 RW 03 Kelurahan Kalibaru menggelar aksi menolak pembangunan gereja di Jalan Palautan Eres, Kecamatan Cilodong, Kota Depok. Videonya viral di media sosial.

Warga mengklaim penolakan dilakukan karena sejak awal tidak pernah ada sosialisasi ke warga sekitar soal pembangunan gereja. Willy pun mengajak semua masyarakat Indonesia memupuk semangat persaudaraan antar umat-beragama.

“Kita ini bangsa yang dibangun dengan dialog, karena itu jangan mudah marah. Semua punya hak yang sama untuk beribadah, semua punya kewajiban yang sama untuk menjamin berlangsungnya peribadahan dengan baik dan lancar. Jadi berdialoglah temukan persamaan untuk saling mendukung, ” tuturnya.

Willy menambahkan, hak kebebasan beribadah telah diatur secara tegas dalam UUD 1945 Pasal 28E ayat 1 dan 2 dimana disebutkan bahwa setiap orang bebas meyakini kepercayaan, sesuai hati nuraninya, memeluk agama, demikian juga beribadat menurut agamanya. 

Oleh karena itu, Willy berharap semua warga negara menjadikan aturan tersebut sebagai pedoman dalam hidup berbangsa dan bernegara. Ia mengatakan Indonesia adalah negara hukum sehingga pembubaran paksa suatu ibadah tidak dapat dibenarkan.

"Dalam hukum kita, tidak ada ruang bagi tekanan kelompok untuk mengatasi prosedur negara. Jika ini dibiarkan, maka yang dilanggar bukan hanya hukum, tetapi juga prinsip kebinekaan itu sendiri," tegas Willy.

Willy menegaskan di dalam negara hukum, penegakan keadilan tidak boleh tunduk pada tekanan mayoritas.

“Founding parents kita dengan sadar mendirikan negara berdasarkan hukum, maka hukum harus menjadi terdepan menjaga hidup bersama. Bukan soal mayoritas apalagi kekuasaan. Selama hak warga dijamin oleh konstitusi maka kewajiban negara untuk menjamin pemenuhannya. Tidak ada soal mayoritas menolak atau sejenisnya," ungkapnya.

Menurut Willy, kerukunan umat beragama akan terwujud bila yang merasa minoritas terus merasa aman menjalankan ibadah bahkan dilingkungan yang dirasa berbeda dengannya. Ia juga menekankan bahwa toleransi bukan sekadar retorika, melainkan harus menjadi nilai yang diwujudkan dalam kebijakan, aturan, dan perilaku aparat negara.

"Kerukunan itu ada ketika semua umat saling menjaga satu sama lain. Bukan saling membatasi. Kalau kita benar-benar menghayati Pancasila, maka bersinergi di dalam perbedaan adalah bagian dari jati diri kita sebagai bangsa Indonesia,” sebut Willy.

Willy pun menilai perlunya penguatan dialog antar warga negara agar saling pengertian dan akhirnya persaudaraan kebangsaan benar-benar dapat nyata terwujud.

"Forum seperti FKUB atau lainnya jangan jadi stempel mayoritas. Dia harus jadi ruang dialog yang jujur dan setara. Jangan ada warga negara yang merasa didiskriminasi dalam menjalankan keyakinannya," ucap Legislator dari dapil Jawa Tmur XI tersebut.

Lebih lanjut, Willy meminta agar aparat penegak hukum tidak ragu dalam menindak setiap tindakan intimidasi, provokasi, atau pembubaran ilegal terhadap kegiatan ibadah.

"Penegakan hukum yang tebang pilih justru memperbesar ruang intoleransi. Negara harus hadir dengan keadilan, bukan keberpihakan. Kami di DPR RI akan terus mengawal hal ini dengan serius,” pungkasnya.

tag: #dpr  

Bagikan Berita ini :

Kemendagri RI
advertisement