Berita

Pemerintah Dinilai Lakukan Liberasi, Warga Keluhkan Permen PUPR No.23/2018

Oleh Ferdiansyah pada hari Minggu, 04 Nov 2018 - 13:47:20 WIB | 0 Komentar

Bagikan Berita ini :

1821448303659.jpg.jpg

Rusun Graha Cempaka Mas (GCM) di Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Mas, Jakarta Pusat. (Sumber foto : Ist)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Permen PUPR) No.23 Tahun 2018 yang telah disahkan dan akan segera diberlakukan, ternyata dikeluhkan para pemilik rusun/apartemen. 

Pasalnya, dalam soal pengaturan hak kepemilikan dan suara, pemerintah dinilai melakukan liberasi dengan menerapkan sistem one name one vote.

Untuk diketahui, dalam Permen PUPR No.23 Tahun 2018 di pasal 22 disebutkan, antara lain :

(1) Hak suara untuk hal kepentingan penghunian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a, anggota PPPSRS berhak memberikan 1 (satu) suara.

(2) Hak suara untuk hal kepemilikan dan hak suara untuk hal pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf b dan huruf c, anggota PPPSRS mempunyai hak yang sama dengan NPP.

(3) Hak suara untuk hal pemilikan dan hak suara untuk hal pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikuasakan kepada Penghuni secara tertulis.

Adapun besaran Nilai Perbandingan Proporsional (NPP) dinilai berpengaruh terhadap kewajiban setiap pemilik satuan rusun. Namun sayangnya, hak pemilik dinilai tidak diperhatikan dengan adanya sistem one man one vote.

"Menurut saya, pada sistem one name one vote dan membatasi surat kuasa, jelas sekali bahwa pemerintah sudah terlalu jauh mengintervensi hak privat warga negara. Serta tidak memberikan azas berkeadilan," ujar Aldi salah satu pemilik apartemen di Bilangan Jakarta Barat menanggapi Permen tersebut, Minggu (4/11/2018). 

Aldi melanjutkan, dalam praktiknya Permen ini tidak mempertimbangkan bahwa pemilik satuan rusun atau apartemen yang memiliki lebih dari satu, punya kewajiban yang lebih besar dari sekedar orang yang punya satu unit rusun/apartemen. 

"Harusnya pemerintah pahamlah Nilai Perbandingan Proporsional itu mempengaruhi besaran iuran terhadap kewajiban pemilik. Tapi di satu sisi hak pemilik dalam soal kepemilikan seperti pemberian hak suara pada pembentukan P3SRS dibatasi. Kalau begitu, adilnya dimana?," keluhnya. 

Senada dengan Aldi, Johan yang juga salah seorang pemilik apartemen di daerah Cikini, menilai bahwa Permen yang dikeluarkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tidak mencerminkan rasa keadilan.

"Takutnya ini (Permen PUPR No.23 Tahun 2018, red) malah menimbulkan gejolak dan disharmonisasi pada kehidupan para penghuni rusun. Kalau saya sih berharap organisasi-organisasi yang terkait dengan pengelolaan rusun dan apartemen segera mengambil langkah hukum," terang Johan.

Johan mengakui, dirinya saat ini memiliki tiga unit rusun di lokasi yang saat ini ditempati. Namun menurutnya, dengan adanya skema NPP mendatangkan ketidakadilan baginya.

"Disini saya ada tiga unit. Itu jelas mempengaruhi besaran kewajiban bulanan yang harus saya keluarkan, sebab dihitung dari NPP. Nah ini kewajiban saya tidak seimbang dengan hak saya, kalo mengacu Permen ini tidak adil ini mas," keluh Johan. (Alf)

tag: #kementerian-pupr   #dki-jakarta  

Bagikan Berita ini :

Kemendagri RI
advertisement