Editorial

Sikap dan Etika Negarawan

Oleh Bani Saksono pada hari Selasa, 17 Mar 2015 - 10:03:05 WIB | 0 Komentar

Bagikan Berita ini :

67Gedung MK-indra.jpg

Gedung Mahkamah Konstitusi, salah satu simbol supremasi hukum di Indonesia (Sumber foto : Indra Kusuma/TeropongSenayan)

ADA yang tercecer dari diskusi bertajuk Membangun Komunikasi Politik Kebangsaan yang diadakan MPR RI untuk mensosialisasikan empat pilar Kebangsaan (NKRI, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan UUD 1945) pada Senin (16/3/2015).

Wakil Ketua MPR Muhammad Hidayat Nur Wahid mengingatkan, masih ada yang melakukan komunikasi politik yang tidak mengedepankan etika kenegarawanan. Hilangnya komuikasi yang baik tersebut akibat lunturnya nilai-nilai yang ada dalam empat pilar tersebut.

Padahal, negara telah mengatur sikap kenegarawanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu dalam Ketetapan (Tap) MPR Nomor VI Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Sudah barang tentu menjadi tanggung jawab semua negarawan, baik politisi maupun pejabat eksekutif untuk menjaga etika tersebut.

Dalam Tap MPR Nomor VI/2001 disebutkan, sejak terjadinya krisis multidimensional, muncullah ancaman yang serius terhadap persatuan bangsa. Hal itu ditandai dengan adanya konflik sosial yang berkepanjangan, berkurangnya sopan santun dan budi luhur dalam pergaulan sosial, melemahnya kejujuran dan sikap amanah dalam kehidupan berbangsa, pengabaian terhadap ketentuan hukum dan peraturan, dan sebagainya.

Ada sejumlah faktor yang menyebabkan para eilte dan warga masyarakat mulai kehilangan nilai-nilai luhurnya. Di antaranya, masih lemahnya penghayatan dan pengamalan agama dan munculnya pemahaman terhadap ajaran agama yang keliru dan sempit, serta tidak harmonisnya pola interaksi antara umat beragama. Adanya fantisme kedaerahan akibat sistem sentralisasi kekuasaan.

Penyebab lainnya, tidak berkembangnya pemahaman dan penghargaan atas kebinekaan dan kemajemukan dalam kehidupan, terjadinya ketidakadilan ekonomi akibat kebijakan publik dan perilaku ekonomi yang bertentangan dengan moralitas dan etika. Lalu, kurangnya sikap keteladanan para pemimpin dan tokoh bangsa.

Tidak berjalannya penegakan hukum secara optimal dan lemahnya kontrol sosial terhadap perilaku yang menyimpang serta meningkatnya prostitusi, media pornografi, perjudian, serta pemakaian, peredaran, dan penyelundupan obat-obat terlarang, telah menjadi faktor hilangnya nilai-nilai luhur bangsa. Di samping juga adanya pengaruh globalisasi.

Pokok-pokok etika dalam kehidupan berbangsa mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan, sportivitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, tanggung jawab, menjaga kehormatan serta martabat diri sebagai warga bangsa. Etika berlaku untuk berbagai sektor kehidupan, seperti etika sosial budaya, etika politik dan pemerintahan, etika ekonomi dan bisnis, etika penegakan hukum yang berkeadilan, etika keilmuan, serta etika lingkungan.

Kini saatnya negeri ini membutuhkan figur pemimpin yang bisa memberi keteladanan kepada rakyatnya dalam bentuk perilaku yang santun, dan kebijakannya yang mampu menyelesaikan masalah secara tegas dan adil serta membuat masyarakatnya sejahtera.

Jika tidak, negeri ini bakal terpuruk di segala bidang. Hukum rimba yang berkuasa. Dalam hukum kapitalisme, yang berkuasa adalah uang. Dengan uang bisa membeli jabatan. Keadilan dan kemakmuran bisa diperjualbelikan. Dengan uang dan kekuasaan, semua bisa diatur. Hingga akhinya Korupsi pun merajalela dan merasuk di semua aspek kehidupan. (b)

tag: #etika negarawan  

Bagikan Berita ini :

Kemendagri RI
advertisement