Opini

Model Ekonomi "Doraemon" Jokowi

Oleh FX Arief Poyuono pada hari Senin, 26 Jan 2015 - 11:08:02 WIB | 0 Komentar

Bagikan Berita ini :

28SPBU (indra) (6).JPG

SPBU Pertamina (Sumber foto : Indra Kusuma/TeropongSenayan)

Harga bahan bakar minyak (BBM) premium yang diturunkan pemerintah menjadi Rp 7.600 perliter (0.6489 US dollar pada kurs rupiah 13.000 per US dolar) belum sesuai dengan harga riil BBM di pasar komoditi internasional yang terus terperosok, hingga untuk harga Gasoline yang (BBM) RBOB rata rata MOPS (Mean of Platt Singapore) berkisar US$ 56.449/barrel jika dihitung perliter hanya sebesar US$ 0.355/liter atau Rp 4.615/liter.

Jika harga BBM di pasar dunia sebesar US$ 0.355/liter ditambah pajak bahan bakar minyak yang ditetapkan 5%, suku bunga LIBOR sebesar 0.016 persen/bulan, biaya shipping BBM impor sebesar US$ 0.072 per barrel, biaya penyimpanan dan biaya distribusi di domestik ditambah margin keuntungan sekitar 5%, maka harga jual BBM akan menjadi US$ 61.4/barrel.

Dengan harga minyak dunia yang sampai ke konsumen US$ 61.4/barrel, maka harga BBM dalam negeri dengan kurs dollar saat ini sekitar Rp 13.000 menjadi Rp 5.020/liternya. Impor BBM tidak bisa dikenakan pajak pertambahan nilai karena BBM tersebut diolah di luar negeri. Pengorderan pembelian BBM impor yang dilakukan awal Januari 2015, akan mulai dijual awal Februari 2015 dan pemerintah harus jujur untuk menurunkan harga BBM hingga menjadi Rp 5.050 tanpa disubsidi.

Jika tidak diturunkan harganya hingga Rp 5.050 per liter, artinya ada aliran keuntungan yang dinikmati oleh para mafia migas yang ada di lingkaran Jokowi saat ini. Selain harga BBM yang harus turun, tarif dasar listrik (TDL) juga harus turun hingga 40% karena turunya harga BBM di pasar dunia. Terlebih saat ini hanya tinggal 30% pembangkit listrik PLN yang mengunakan BBM, dan selebihnya mengunakan batubara, geothermal, gas dan air terjun.

Harga jual batubara juga sudah turun hingga 40% dari harga semula, yang saat ini harganya hanya tinggal US$ 48 per ton. Jika TDL tidak juga ini berarti  pemerintah Jokowi gagal dalam melakukan efisiensi produksi listrik. Hanya impian Jokowi saja ekonomi Indonesia akan tumbuh 5.2% tahun 2015 ini, sebab riil inflansi yang sudah 2 digit serta diikuti kenaikan tarif transportasi yang naik hampir 25% akibat kebijakan Jokowi yang tidak pro Trisakti dengan menaikan harga BBM dan TDL.

Terkait swasembada pangan yang ditargetkan oleh Jokowi pada tahun 2016, itu juga cuma angan-angan belaka yang hanya bermodalkan membangun 43 waduk untuk mendukung pertanian. Membangun puluhan waduk tersebut tidak cukup dengan waktu dua tahun, ditambah pembebasan lahan yang tidak mudah menjadi kendala serius. Proyek waduk Jati Gede di Subang saja sudah sejak jaman Soeharto tidak terealisasi akibat pembebasan lahan.

Pembangunan waduk di luar pulau Jawa juga tidak banyak implikasinya dengan pengembangan swasembada pangan, karena pangan masih diproduksi 80 persen di pulau Jawa. Sebab di luar Jawa mesti ada pembukaan lahan baru pertanian yang membutuhkan waktu tahunan untuk bisa mulai berproduksi. Selain sarana dan prasarana pertanian yang harus direvitalisasi, hal itu juga membutuhkan dana yang tidak sedikit serta waktu yang tidak cepat.

Apakah tim ekonomi Jokowi sudah tahu kalau dari tahun ke tahun tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian makin turun jumlahnya akibat rusaknya pranata sosial pertanian di pedesaan. Sebab menurut beberapa penelitian sosial, saat ini minat angkatan kerja baru di pedesaan enggan untuk bekerja di sektor pertanian dan mereka lebih suka bekerja di sektor industri atau sektor informal yang jauh lebih baik dari pada di sektor pertanian. Karena jika kerja di pabrik alasan mereka tubuhnya lebih bersih dari lumpur dan gampang kredit motor di banding jadi petani.

Begitu juga rencana membangun pelabuhan untuk mengaplikasi program tol laut juga tidaklah gampang, sebab pembangunan pelabuhan itu tidak cukup waktu lima tahun. Mulai dari study kelayakannya perlu waktu, belum lagi perhitungan dari sisi ekonominya dan dampak sosialnya. Contohnya, sudah lima tahun proyek terminal pelabuhan peti kemas Kalibaru di Tanjung Priok tak kunjung selesai .

Jadi kesimpulan dari semuanya kita bisa mengatakan bahwa sistem program  ekonomi Jokowi itu hanya khayalan belaka dan mirip seperti Nobita yang punya kucing ajaib Doraemon.(yn)

FX Arief Poyuono
Ketua Umum FSP BUMN BERSATU

Disclaimer : Kanal opini adalah media warga. Setiap opini di kanal ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.

tag: #BBM   #TDL   #Jokowi  

Bagikan Berita ini :

Kemendagri RI
advertisement