Editorial

Mengendalikan Harga Kebutuhan Pokok

Oleh Bani Saksono pada hari Rabu, 21 Jan 2015 - 14:25:02 WIB | 0 Komentar

Bagikan Berita ini :

77Jokowi-irrigasi-setkab.jpg

Presiden Jokowi didampingi Ibu Negara Iriana meletakkan batu pertama pembangunan irigasi tersier, di Kabupaten Landak, Kalbar, Selasa (20/1/2015). (Sumber foto : setkab.go.id )

KITA masih ingat betul, saat kabinet dipimpin oleh Presiden Soeharto dan Menteri Penerangannya, kini Menteri Komunikasi dan Informasi (Kominfo), Harmoko. Hampir tiap pekan atau tiap bulan Kabinet rapat untuk memantau pasar. Berapa harga beras, harga cabe merah keriting, bawang merah dan bawang putih, minyak goreng, dan lain-lain. Yang khas ketika itu adalah kata-kata Harmoko, "Menurut petunjuk Bapak Presiden......."

Dari situ masyarakat tahu bahwa betapa seriusnya Presiden dan pemerintah mengendalikan harga-harga kebutuhan pokok di pasaran. Pemerintah tak ingin harga-harga itu dibiarkan liar dikendalikan oleh kaum spekulan. Hal itu sesuai dengan amanah konstitusi, yaitu UUD 1945 yang diberikan amanah agar cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

Itu sebabnya, Badan Urusan Logistik (Bulog) mendapat tugas dari pemerintah menjadi pengendali stok dan harga sembilan bahan pokok (sembako) seperti di antaranya beras, jagung, terigu, kedelai, gula pasir, dan minyak goreng.

Kendati demikian, di era pasar bebas, naluri pasar tetap saja berkuasa. Buktinya, ketika pemerintah berniat, sekali lagi berniat, menaikkan harga BBM bersubsidi, harga-harga kebutuhan pokok di pasar sudah lebih dulu merambat naik. Jika sudah naik, sulit turunnya.

Buktinya setelah Presiden Jokowi menurunkan kembali harga BBM, yaitu premium dan solar, juga elpiji 12 kg, menjadi hampir sama dengan harga sebelum dinaikkan, harga-harga tak segera turun. Bahkan di saat Presiden Jokowi mengeluarkan imbauan agar para pengusaha menurunkan harga barang dan jasa, termasuk ongkos angkutan. Kalaupun ada yang turun, turunnya tak sebesar saat naiknya.

Masyarakat menilai, ketika lebih berkiblat pada mekanisme pasar yang dikendalikan oleh faham liberalisme atau neo-liberalisme (neolib), kebijakan pemerintah terlihat lebih banyak menuruti keinginan di luar kepentingan rakyat sendiri. Jika demikian, orang akan bertanya, di mana wibawa pemerintah di mata rakyat maupun dunia luar.

Padahal, bukankah Presiden dipilih rakyat, jadi Presiden harus menuruti kebutuhan dan keinginan seluruh rakyat Indonesia. Di antara keinginan dan kebutuhan itu adalah bagaimana pemerintah mampu mengendalikan harga-harga kebutuhan pokok yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Itu amanah yang harus dijalankan Presiden. Kita berharap, jangan sampai Presiden dicap tidak mampu menjalankan amanat rakyat. (b)

tag: #kendalikan harga memenuhi hajat hidup orang banyak  

Bagikan Berita ini :

Kemendagri RI
advertisement