Berita

Potensi Kerugian Negara Sektor Minerba Rp 26,3 T

Oleh syamsul bachtiar pada hari Rabu, 26 Okt 2016 - 17:40:04 WIB | 0 Komentar

Bagikan Berita ini :

40ketuakpkagusrahardjo.jpg

Ketua KPK Agus Rahardjo (Sumber foto : ist)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyatakan, potensi kerugian di sektor mineral dan batu bara (minerba) mencapai Rp 26,3 triliun. Di sektor ini juga terdapat potensi hilangnya Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNPB).

Agus menyampaikan hal itu dalam rapat dengan Komisi VII DPR RI. Dalam rapat, Agus melaporkan hasil kajian KPK tentang potensi kerugian negara di sektor energi, khususnya di bidang pertambangan dan migas.

"Setelah dikaji, kami beri saran ke kementrian terkait. Kalau tak di indahkan, KPK bisa laporkan kepada presiden atau DPR. Kami sampaikan bersama perkembangan yang sudah kami lakukan. Kami juga laporkan kepada BPK," ujar Agus di ruang rapat Komisi VII DPR Jakarta, Rabu (26/10/2016).

Khusus sektor minerba, kata dia, pihaknya menemukan potensi kerugian negara yang cukup besar. Ada beberapa item potensi kerugian. Yakni, piutang dari 2012-2103 sebesar Rp 3,8 triliun,  Kontrak Karya (Rp 280 Miliar), dan Perjanjian Karya Pengusaha Pertambangan Rp 22,1 Triliun (DHPB tahun 2008-2012).

"Sehingga total piutang yang berpotensi merugikan negara sebesar Rp 26,3 triliun," ungkap dia.

Kemudian, lanjut Agus, mengenai Izin Usaha Pertambangan dari 10.172 IUP, ditemukan yang bermasalah sekitar 3.772 (37%) non-clear and clean (Non-CNC) dan 6.400 (63%) clear and clean (CNC).

"Itu sekitar 37 persen pada waktu sekarang. Pada era Sudirman Said (Menter ESDM) ada sekitar 4.000-an," terang dia.

Agus juga menyatakan adanya  potensi hilangnya Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNPB) minerba berdasarkan perhitungan data surveyor (kajian KPK). Untuk batubara (2010-2012) kurang bayar USD 1,2 juta dan mineral (2011) kurang bayar sebesar USD 24, 6 juta.

Pada bagian lain, Agus juga menyampaikan permasalahan di sektor Migas. Ada beberapa masalah. Yakni, pertama, kepatuhan kewajiban pelaku usaha hulu, dari 319 wilayah kerja terdapat 143 (44,8%) belum melunasi kewajiban keuangan. Sedangkan, 141 (44,2%) wilayah kerja lainnya tidak melakukan kewajiban EBA ( Enviromental Based Assesment).

Kedua, kepatuhan pelaku usaha hilir migas dari 262 pelaku usaha hilir migas pada 2016 terdapat 68,5% tidak hadir saat verifikasi. Sedangkan 150 (57,3%) pembayaran iuran usahanya tidak lancar.

"Dan 55 pelaku usaha hilir migas tidak pernah melaporkan kegiatannya. Impementasi SOT pun dikeluhakan. Banyak gubernur dan bupati tak tahu lifting-nya berapa," jelas Agus. (plt)

tag: #kerugian-negara   #kpk   #sektor-minerba  

Bagikan Berita ini :

Kemendagri RI
advertisement