Editorial

Presiden Jokowi, Belajarlah dari Para Pendahulu

Oleh Bani Saksono pada hari Minggu, 28 Des 2014 - 02:57:25 WIB | 0 Komentar

Bagikan Berita ini :

54Jokowi-2.jpg

Presiden Jokowi (Sumber foto : Eko S Hilman/TeropongSenayan)

PARA pendukung Presiden Joko Widodo beramai-ramai menyalahkan kebijakan yang pernah dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Mereka menganggap, banyaknya kebijakan yang Presiden Jokowi yang tidak populis di mata masyarakat adalah akibat kebijakan yang pernah dilakukan oleh pemerintahan masa lalu.

Salah satu kebijakan tidak populis itu adalah menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 2.000 untuk premium dan solar hingga harganya menjadi Rp 8.500 dan Rp 7.500 per liter. Harga premium itu mendekati pertamax yang dipatok pada kisaran Rp 9.950 per liter atau berselisih Rp 1.450 per liter. Di antara yang ikut menyalahkan pemerintahan SBY, menyatakan Presiden Jokowi terpaksa menaikkan harga BBM bersubsidi akibat penghitungan APBN 2014 yang tidak cermat.

Padahal, dulu, saat SBY hendak menaikkan harga BBM bersubsidi, PDIP di DPR termasuk yang paling keras menentangnya. Kini, saat Partai Demokrat yang dipimpin SBY menolak kenaikan harga BBM bersubsidi, para pendukung Jokowi malah menyalahkan pemerintah terdahulu.

Menyalahkan pihak lain tanpa melakukan introspeksi, tak beda dengan mencari kambing hitam sebagai pihak yang bisa dipersalahkan. Itu debat kusir. Terpilihnya Jokowi menjadi presiden bersama Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla tentu diiringi harapan sesuai janji-janjinya di saat berkampanye dulu, yaitu mampu memerintah negeri ini menjadi lebih baik kondisinya dari pemerintah sebelumnya.

Tugas pemerintahan Presiden Jokowi adalah memperbaiki agar semuanya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Harapan itulah yang diinginkan para pemilih agar Jokowi menjadi presiden hingga mampu memperbaiki keadaan sulit yang dihadapi rakyat dan bangsa Indonesia. Hal yang sama juga menjadi harapan rakyat saat memilih SBY menggantikan Megawati Soekarnoputri, atau saat MPR memilih Abdurrahman Wahid untuk melanjutkan program reformasi yang sudah dijalankan BJ Habibie.  

Tentu masyarakat akan kecewa jika pemerintahan Presiden Jokowi tak mampu meluncurkan program yang mampu membuat rakyatnya memiliki harapan hidup yang lebih baik. Yang diinginkan masyarakat Indonesia sebenarnya cukup sederhana, yaitu sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad yang diriwayatkan Bukhari yang berlaku pula bagi pemerintahan duet Jokowi-JK.

Yaitu, "Barang siapa yang keadaan amalnya hari ini lebih jelek dari hari kemarin, maka ia terlaknat. Barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia termasuk orang yang merugi. Dan barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia termasuk orang yang beruntung.”

Amalan bagi pemerintahan Jokowi-JK adalah semua program yang dijalankan oleh Kabinet Kerja. Dalam posisi apakah Jokowi sekarang? Dilaknat Tuhan, karena programnya menyengsarakan rakyat? Atau menjadi pemerintahan yang merugi yang kondisinya tak berubah dari pemerintahan SBY? Atau menjadi presiden yang beruntung karena programnya didukung oleh seluruh elemen masyarakat dan bangsa? (b)

tag: #jokowi jangan salahkan pemerintah SBY  

Bagikan Berita ini :

Kemendagri RI
advertisement