Bagikan Berita ini :
Haris Rusly (Sumber foto : Mulkan Salmun)
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Konsepsi pertahanan dan keamanan yang dianut negara berdasarkan UUD 1945 sudah sangat jelas. Artinya, konsep itu secara fungsional integratif antar fungsi pertahanan dan keamanan. "Kita tak menganut pemisahan fungsi keamanan dengan pertahanan seperti yang dianut di negara negara barat," kata aktivis Petisi 28 Haris Rusly kepada TeropongSenayan di Jakarta, Jumat, (28/11/2014)
Mantan Ketua PRD itu menegaskan integrasi fungsi pertahanan dengan keamanan tidak selalu identik dengan penyatuan struktur seperti ABRI zaman dulu. Diakui Haris, bisa saja perlu sebuah Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional yang mengintegrasikan fungsi pertahanan TNI, Keamanan Polri dan Intelejen BIN. "Hal ini tentu untuk menghadapi ancaman dan tantangan baru di era Perang Dingin Jilid 2," terangnya dia lagi.
Menurut Haris, Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional, yang terdiri TNI, Polri, BIN, Deplu, Depdagri dan Kejaksaan perlu mensinergikan fungsi. "Yang menjadi debat kita itu, bagaimana cara mengitegrasikan fungsi pertahanan dan keamanan," paparnya.
Namun Haris meminta masyarakat jangan salah tafsir seakan-akan tujuannya adalah mengintegrasikan lembaga atau struktur seperti dulu. "Sekarang ini, semua berjalan otonom dan bersaing satu dengan yang lain," terangnya.
Lebih jauh Haris menjelaskan hal-hal itulah yang menjadi problem negara pada era reformasi. Ibaratnya, 'dengkul disuruh mikir', lalu 'otak disuruh melihat', jadinya awut-awutan. "Contoh, pada era reformasi, polisi berperan fungsi sebagai intelijen, diinstruksikan menggalang mahasiswa dan pemuda yang melawan pemerintah," ucap dia.
Sementara tafsir intel polisi yang masih berparadigma reserse, lanjut Haris, menggalang itu identik dengan merusak moral untuk meredam gerakan mahasiswa. "Makanya yang dilakukan oleh intel polisi adalah menyogok mahasiswa dengan duit, merusak moralnya dengan membawa ke tempat dugem lalu disuguhi perempuan, narkoba dan miras," jelas Haris lagi.
Dikatakan Haris, ini tentu berbeda dengan model penggalangan yang dilakukan pada era Ali Moertopo atau penerusnya, di mana senantiasa berorientasi pada pembinaan. Walaupun kini juga sudah menjadi maling, karena keadaan reformasi. "Inilah dimaksudkan dengan dengkul difungsikan untuk berpikir," tandasnya.
Integrasi fungsi pertahanan dan keamanan itu untuk tujuan menghadapi terorisme ekonomi, agraria dan imigrasi pada 2015 yang dilancarakan negara lain untuk menguasai bangsa kita. Di era Orba, TNI meredam gerakan anti pemerintah dengan menangkapi para aktivis yang melawan pemerintah. Langkah itu malah lumayan mendidik (walaupun tak boleh lagi terjadi seperti itu).
Di era reformasi, intel polisi ditempatkan di garda terdepan meredam gerakan anti pemeintah, yang dilakukan bukan menggalang untuk membina, tapi merusak moral dan mental aktivis."Itulah makanya parlemen kita diisi anak anak muda maling, itu hasil dari penggalangan intel polisi," pungkasnya. (ec)
Disclaimer : Kanal opini adalah media warga. Setiap opini di kanal ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.
tag: #LSM #Petisi 28 #PRDBagikan Berita ini :