Opini

Setahun Jokowi Inkar Janji Tol Laut

Oleh Muchtar Effendi Harahap (NSEAS: Network for South East Asian Studies). pada hari Selasa, 20 Okt 2015 - 09:06:53 WIB | 0 Komentar

Bagikan Berita ini :

74unnamed (10).jpg

Muchtar Effendi Harahap (NSEAS: Network for South East Asian Studies) (Sumber foto : Istimewa)

Pada saat kampanye Pilpres 2014 Jokowi - JK memberi, khusus janji tertulis, dapat ditemukan pada dokumen di KPU dan juga lisan di forum kampanye. Orang  tidak menepati janji, dosanya berlipat-lipat.

Janji merupakan amanah, bahkan juga perintah Allah SWT termaktub dalam Al Quran. Janji tidak boleh main-main atau hanya sekedar pencitraan diri. 

Pada Januari 2015 MUI mengeluarkan fatwa tentang kedudukan seorang pemimpin ingkar janji. Dalam fatwa itu juga disebutkan bahwa boleh tidak mentaati pemimpin  memerintahkan sesuatu dilarang agama. 

Pemimpin publik  tidak melaksanakan janji kampanye  berdosa, dan tidak boleh dipilih kembali. Pemimpin publik  melanggar sumpah dan/atau tidak melakukan tugas harus dimintai pertanggungjawaban melalui lembag DPR dan diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan  berlaku. 

Masalahnya, hampir semua janji kampanye Jokowi tidak ditepati. Jokowi tidak layak menjadi pemimpin apalagi Presiden, karena tidak melaksanakan amanah, kewajiban, melalaikan janji kampanye. 

Berdasarkan data dan fakta inkar ini, dan mengacu pada falsafah Pancasila dan UUD 1945 dan juga Fatwa MUI tentang Ingkar Janji Pemimpin Publik, dari segi “ integritas”  Jokowi sangat tidak kompeten  sebagai  Presiden RI. Satu contoh inkar janji Jokowi: Tol Laut.

Tindak lanjut janji ditemukan di dalam RPJMN 2015-2019, akan dikembangkan  24 pelabuhan, akan selesai di tahun 2019;  210 pelabuhan penyeberangan; pembangunan/penyelesaian 48 pelabuhan baru di tahun 2016, dan direncanakan total 270 pelabuhan selesai di tahun 2019;  pembangunan kapal perintis 50 unit, 60 unit dan 104 unit;  pengembangan 21 pelabuhan perikanan, direncanakan 22 unit di tahun 2016 dan 24 unit di tahun 2019.

Telah muncul kritik tokoh  seperti Emil Salim, Sultan Hamengkubuwono, dll. Emil  mempertanyakan darimana dana untuk membiayai "Tol Laut" padahal Indonesia masih negara miskin. 

Selanjutnya tercatat suara kritis datang dari Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X. Menurut Sultan, gagasan Tol Laut Jokowi hampir sama dengan Tol Laut milik China. Bedanya Tol Laut dikembangkan China bertujuan melakukan ekspansi pasar produk  mereka ke global, sementara Tol Laut Jokowi hanya untuk mempermudah distribusi dan perjalanan antar pulau di Indonesia. 

Dia pun memperingatkan jika jalur Tol Laut Indonesia nantinya berkolaborasi dengan China maka Indonesia hanya membuka pintu lebar bagi China untuk memasarkan produknya di Indonesia. 

Direktur Indonesia Maritime Institute, Dr. Yulian Paonganan menegaskan, untuk dipahami, sejak zaman dahulu, perairan nusantara sudah menjadi poros maritim dunia, di mana kapal-kapal dagang dunia melintasinya. 

Ini artinya, konsep poros maritim didengungkan Jokowi menunjukkan ketidakpahaman atas substansi dan kondisi realistik geostrategis, geopolitik dan geoekonomi Indonesia.  

Selain masalah suplai kapal laut, Indonesia juga masih dihadapkan dengan ketersediaan pelabuhan dengan infrastruktur baik. Pasalnya, dari banyak pelabuhan yang ada di Indonesia, sebagian besar belum memiliki infrastruktur penunjang baik. 

Di lain fihak, suara kritis juga datang dari Koordinator Forum Advokat Pengawal Konstitusi (FAKSI) Petrus Selestinus (RMOL, 18 Maret 2015). Bermula dari suara kritis tentang sembilan program  dijanjikan Presiden Jokowi dalam Nawacita, dianggap belum satupun dilaksanakan. 

Bahkan, setiap program minim gebrakan. Baginya, Presiden Jokowi tidak sadar kalau pemerintahannya sudah melenceng jauh dari janji-janji  pernah diumbarnya saat kampanye. 

"Sampai saat ini, tidak ada  bunyi dan tidak kelihatan. Presiden Jokowi enggak nyadar itu. Enggak nyadar bahwa tidak terjadi apa-apa  merupakan wujud janji-janjinya kepada masyarakat," ujar Petrus. 

Menurutnya, Jokowi tidak komitmen terhadap janjinya termuat dalam Nawacita. Hal itu terlihat dari sejumlah kebijakan  kontraproduktif  dilakukan oleh Sang Presiden beserta jajaran kabinetnya. 

"Coba katakan, gagasan Tol Laut  dijanjikannya mana? Gagasan akan membangun Indonesia dari pinggiran juga tidak ada. Janji kehadiran negara dan pemerintah dalam kehidupan masyarakat aman, demokratis  adil, mana?" 

Selanjutnya, Darmaningtyas, Ketua Bidang Advokasi MTI (Masyarakat Transportasi Indonesia) mempermasalahkan, sampai sekarang belum ada tanda-tanda mewujudkannya, bahkan beberapa pihak seharusnya paham mengenai konsep Tol Laut tersebut.

Sekarang ini bila ditanya mengenai perkembangan Tol Laut menjadi seperti glagapan (kebingungan), mengingat konsep maupun anggaran  belum jelas. Salah satu masalah bagi Darmaningtyas  alokasi anggaran, baik untuk membangun/mengembangkan pelabuhan, membeli kapal baru, serta subsidi operasionalnya. 

Hingga kini publik juga masih awam: berapa sih anggaran APBN dialokasikan untuk mewujudkan Tol Laut selama lima tahun? Menurutnya, mengenai anggaran ini memerlukan kepastian (komitmen) dan transparansi (pengelolaan) agar masyarakat dapat turut serta mengontrolnya, jangan sampai anggaran besar tapi pemanfaatannya tidak efisien. Atau sebaliknya, justru tidak dianggarkan sama sekali pada APBN 2015 ini sehingga belum dapat dimulai prosesnya. 

Terkait soal anggaran, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Firdausi Manti menyatakan (Beritasatu.Com), untuk memenuhi Tol Laut, dibutuhkan belanja modal Rp 101,7 triliun untuk membeli kapal kontainer, kapal barang perintis, tanker, kargo hingga kapal rakyat. 

Namun, Firdausi mengakui, anggaran tersebut tidak bisa sepenuhnya dipenuhi pemerintah khususnya dari pengurangan subsidi BBM. "Belanja infrastruktur Tol Laut ini akan dipenuhi dari APBN, BUMN, dan swasta dalam bentuk kerja sama pemerintah swasta (KPS)," ujar Firdausi. 

Pada tingkat kelompok, suara kritis datang antara lain dari mahasiswa. Belasan mahasiswa  tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) menggelar aksi di depan Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Senin (9/3). 

Pada aksi ini mahasiswa ingin membangunkan Jokowi dari tidurnya, karena banyak janji-janjinya  belum direaliasikan untuk Aceh. Selain itu, mahasiswa juga meminta pada Jokowi dengan janjinya membangun Tol Laut dari Aceh sampai Papua. 

Menurut mereka sampai saat ini jangankan untuk membangunnya, cikal bakal pun belum terlihat sama sekali. “Segera bangun tol dari Aceh hingga Papua sebagaimana  pernah dijanjikan dulu,” tutupnya. 

Jika dari 24 pelabuhan baru,  dibangun setahun 6 pelabuhan , maka setahun Jokowi berkuasa setidaknya sudah terbangun 6 pelabuhan. Tapi, apa kenyataan, satu pelabuhan pun belum ada, tak usahkan konstruksi, perencanaan teknis saja belum ada. Masih jauh dan gelap, hanya janji belaka.(*)

 

TeropongRakyat adalah media warga. Setiap opini/berita di TeropongRakyat menjadi tanggung jawab Penulis.

 

Disclaimer : Kanal opini adalah media warga. Setiap opini di kanal ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.

tag: #tol laut   #jokowi   #muchtar  

Bagikan Berita ini :

Kemendagri RI
advertisement