Bagikan Berita ini :
Ilustrasi (Sumber foto : Ist)
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu (7/10/2015) pagi bergerak menguat sebesar 256 poin menjadi Rp13.985 dibandingkan posisi sebelumnya di posisi Rp14.241 per dolar AS.
Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada di Jakarta, Rabu mengatakan bahwa beredarnya spekulasi Kebijakan Ekonomi Jilid III yang akan diluncurkan lebih mengedepankan pada pembenahan kondisi makroekonomi yang lebih konkret dan disertai dengan optimisme Presiden RI Joko Widodo yang meyakini pertumbuhan ekonomi nasional pada semester II 2015 akan lebih baik dibandingkan periode sebelumnya menopang nilai tukar rupiah.
"Harapan fundamental ekonomi nasional yang positif otomatis akan mengangkat mata uang rupiah terhadap mata uang asing, seperti dolar AS," katanya.
Di sisi lain, lanjut dia, kebijakan pemerintah sebelumnya mengenai pengurangan pajak bunga deposito bagi para eksportir yang menempatkan dana hasil ekspor di dalam negeri menambah likuiditas peredaran dolar AS di dalam negeri.
Dari eksternal, ia menambahkan bahwa sentimen terkait kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat (Fed fund rate) yang cenderung mulai mereda menambah aset-aset dalam mata uang berisiko kembali dilirik investor dikarenakan imbal hasil yang ditawarkan masih cukup menggiurkan.
Di sisi lain, lanjut dia, adanya pertemuan antara Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok untuk membahas langkah-langkah strategis dalam mengatasi perlambatan ekonomi di kawasan itu turut menambah sentimen positif bagi negara berkembang, termasuk Indonesia.
Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menambahkan bahwa sinyal kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat yang mereda menyusul melambatnya beberapa data ekonomi AS yang menjadi indikator the Fed untuk menaikan suku bunga membuat sebagian pelaku pasar beropini bahwa Fed kemungkinan baru akan menaikan suku bunga acuannya pada tahun depan.
"Proyeksi kenaikan suku bunga Amerika Serikat yang ditunda membuat dolar AS menjadi kurang menarik bagi investor pasar uang," katanya. (iy/an)
Bagikan Berita ini :