Opini

Memotret Krisis Indonesia

Ada yang Menikmati, Ada yang Gigit Jari

Oleh Halim Alamsyah (Mantan Deputi Senior Gubernur BI) pada hari Minggu, 13 Sep 2015 - 15:02:00 WIB | 0 Komentar

Bagikan Berita ini :

34IMG_20150910_163526.jpg

Halim Alamsyah Saat Berbicara pada Diskusi 'Memotret Krisis Indonesia', Kamis (10/9/2015) (Sumber foto : Aris Eko/TeropongSenayan)

Berdasarkan data, statistik utang Indonesia cukup baik. Meski penggunaan atau pemanfaatannya diketahui, namun sayang kita tidak tahu uangnya itu dimana. Ini memang sesuatu yang tampak absurd. 

Ada dugaan, uang-uang tersebut sebenarnya merupakan harta yang ditaruh atau disimpan di luar negeri. Selanjutnya, melalui berbagai cara digunakan dengan skema pinjaman untuk digunakan kembali di Indonesia.

Jadi kemungkinan besar mereka itu adalah pihak yang sudah memiliki bantalan keuangan yang sudah kuat. Sebagian dananya disimpan dalam bentuk USD di luar negeri. Sehingga tidak mengalami masalah dengan melemahnya rupiah.

Bahkan dengan menguatnya USD, mereka ini justru menikmati keuntungan. Sebab, jika dihitung dalam rupiah yang melemah ini maka jumlah dana yang disimpan diluar negeri dalam USD akan bertambah besar. 

Sehingga kalau terjadi gejolak pelemahan rupiah maka yang rugi kita semua yang tidak memiliki USD. Kita dan kelompok masyarakat yang hanya memegang rupiah akan gigit jari jika melemah terus menerus melemah.

Secara umum statistik utang Indonesia sebagai berikut. Jumlah utang sebesar 300 miliar USD. Sebesar 170 miliar USD adalah utang swasta. Selebihnya adalah utang pemerintah dan Bank Indonesia (BI).

Untuk utang swasta, sekita sepertiga adalah utang jangka pendek atau jangka waktu pengembalian satu (1) tahun. Sedang dua pertiga berupa utang jang panjang dengan masa pengembalian tiga (3) hingga lima (5) tahun. 

Sebelum ada Peraturan BI, dua pertiga utang swasta itu 'telanjang bulat' atau tidak hedging. Sejak sekitar enam bulan lalu sebagian besar sudah dilakukan hedging. Sehingga seharusnya sudah lebih aman.

Untuk utang jangka pendek, biasanya mendapat waktu perpanjangan. Namun jika Indonesia dinilai tidak kredibel maka kelonggaran itu tidak bisa dinikmati lagi. Ini artinya korporasi harus menyiapkan dana sepertiga dari 170 miliar USD.(bersambung)

Disarikan dari paparan pada diskusi 'Memotret Krisis Indonesia', Kamis (10/9/2015) di hotel Grand Alia, Cikini, Jakarta.

 

Disclaimer : Kanal opini adalah media warga. Setiap opini di kanal ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.

tag: #halim alamsyah   #krisis   #rupiah  

Bagikan Berita ini :

Kemendagri RI
advertisement