Opini

Amburadulnya Pembangunan Hukum dan Ekonomi Rezim Jokowi-JK

Oleh Masnur Marzuki (Dosen Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia Yogyakarta) pada hari Kamis, 02 Jul 2015 - 15:03:16 WIB | 0 Komentar

Bagikan Berita ini :

28Masnur.jpg

Masnur Marzuki (Sumber foto : Emka Abdullah)

Salah satu penyebab semakin menurunnya kinerja perekonomian rezim Jokowi-JK adalah kondisi faktual fenomena ungoverned government. Fenomena ini mengindikasikan pemerintah yang tidak mampu mengatur dan mengelola kebijakan ekonomi secara optimal dan efisien.

Alih-alih merevolusi mental bangsa dengan program Nawacita, jargon “kerja-kerja-kerja” yang dikoar-koarkan Presiden Jokowi justru semakin jauh panggang dari api. Yang terjadi malah potret pengangguran dan ketimpangan ekonomi yang semakin meningkat. Gelombang PHK juga semakin marak dampaknya pada angka pengangguran yang kian meningkat. Bahkan sekelas BUMN seperti PT Timah juga telah melakukan perampingan besar-besaran dengan memberhentikan 500 karyawan kontraknya baru-baru ini. Gelombang PHK kini di depan mata. Ironisnya, di saat PHK tengah membayangi, eksodus pekerja asing justru telah mulai berdatangan utamanya dari China yang direncanakan akan mencapai angka sepuluh juta pekerja.

Alhasil, pada Februari 2015 tercatat 5,81% angka kemiskinan dan pengangguran yang meningkat bila dibandingkan dengan Februari 2014 yang berada di angka 5,70%. Disparitas kemiskinan antar-daerah juga semakin meningkat. Papua misalnya, sebagai salah satu penghasil sumber daya mineral terbesar Papua justru memiliki persentase penduduk miskin terbesar di Indonesia, yakni 27,8%, diikuti Papua Barat 26,26%, Nusa Tenggara Timur 19,06%, dan Maluku 18,44%.

Daya beli masyarakat pun kini kian anjlok meski telah memasuki fase Ramadhan dan Hari Raya. Dua faktor utama penentu daya beli masyarakat tengah babak belur, yakni stabilitas harga kebutuhan pokok dan tersedianya sumber pendapatan utama rakyat. Padahal, pengendalian stabilitas harga di Indonesia konon cukup sederhana, kuncinya ialah stabilitas harga energi yang diatur pemerintah dan harga barang bergejolak yang bersumber dari bahan pangan pokok. Namun faktanya, sampai dengan Mei 2015 inflasi harga yang diatur pemerintah telah mencapai angka di atas 13%. Pemerintah seperti telah kehilangan fungsi dalam memberikan arah dan panduan terhadap jalannya roda perekonomian.

Padahal, dalam batas penalaran yang wajar, kunci keberhasilan pembangunan ekonomi adalah hadirnya negara dan pemerintah yang memiliki fungsi komando. Pemerintah harus tampil sebagai kondektur yang memimpin arah kebijakan ekonomi nasional demi re-distribusi kemakmuran dan kesejahteraan. Tanpa pembangunan ekonomi, pembangunan politik dan hukum juga turut mandeg dan terpengaruhi sebab akan selalu ada hubungan antara ekonomi dan stabilitas sosial politik.

Mandegnya pembangunan ekonomi rezim Jokowi-JK juga diikuti dengan amburadulnya penegakan hukum. Di tengah balada pembangunan hukum dan stabilitas politik, Presiden Joko Widodo justeru terlihat kurang kompak dengan Wakilnya, Jusuf Kalla (JK). Perdebatan soal revisi UU KPK dimana ada perbedaan sikap Presiden dan wakil Presiden adalah bukti betapa ada persoalan kekompakan di istana.  Terlebih di beberapa kesempatan justeru terlihat betapa tidak solidnya koordinasi dan komunikasi antara Presiden, Wakil Presiden dan para menteri.

Yang terbaru, insiden “penghinaan” oleh salah satu menteri sebagaimana disampaikan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo. Hal itu menggambarkan betapa epsientrum masalah, di lebih dari setengah tahun pemerintahannya, sejauh ini adalah pemerintah yang tak efektif memerintah (ungoverned government). Buktinya, sampai hari ini rezim Jokowi belum juga mampu menunjukkan hasil -hasil yang positif di tengah fakta makin lesunya ekonomi, gaduhnya politik dan buramnya potret penegakan hukum.

Di bidang pemberantasan korupsi, publik tidak akan lupa bahwa pada butir kedua dan keempat Nawa Cita yang termaktub dalam janji politik Jokowi-JK. Dengan terang benderang keduanya menegaskan komitmen untuk tidak akan absen dalam membangun tata kelola pemerintahan bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan tepercaya. Kini janji itu layak ditagih, apalagi mengingat usia pemerintahan Jokowi-JK sudah hampir menginjak satu tahun.

Agar agenda kerja pemberantasan korupsi dan penyelamatan KPK dapat terwujud, diperlukan sikap berani Presiden dengan berbagai langkah yang simultan, bijak dan terukur.

Bagaimanapun, publik pasti memberikan dukung penuh dan tidak akan lagi meragukan kemampuan dan keberanian Presiden mengambil langkah menangani polemik demi polemik yang mendera KPK. Sikap Presiden yang memilih diam dan tidak tegas sama saja membiarkan publik makin kehilangan kepercayaan dan terlebih yang paling buruk adalah hadirnya batu nisan KPK. Semoga tidak.(*)

 

TeropongRakyat adalah media warga. Setiap opini/berita di TeropongRakyat menjadi tanggung jawab Penulis.

Disclaimer : Kanal opini adalah media warga. Setiap opini di kanal ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.

tag: #rezim jokowi jk   #jokowi jk  

Bagikan Berita ini :

Kemendagri RI
advertisement