Berita

Pengacara Kasus Alih Muat Kapal Nilai Tuntutan Jaksa Tak Berdasar Fakta Hukum

Oleh Sahlan Ake pada hari Rabu, 11 Sep 2024 - 19:44:53 WIB | 0 Komentar

Bagikan Berita ini :

tscom_news_photo_1726058693.jpg

Sabri Noor Herman Pengacara (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sabri Noor Herman menanggapi dengan tegas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus alih muat kapal yang mempidanakan tiga mantan petinggi perusahaan perkapalan. Menurutnya, tuntutan jaksa tidak berdasar pada surat dakwaan dan fakta hukum yang terungkap di persidangan, sehingga harus dianggap batal demi hukum.

Sabri Noor Herman, pengacara terdakwa mantan petinggi perusahaan perkapalan PT IMC Pelita Logistik Tbk., dalam kasus alih muat kapal menyatakan ketidakpuasannya terhadap tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum. 

"Tuntutan penuntut umum tidak didasarkan atas apa yang termuat dalam surat dakwaan. Seharusnya, tuntutan dibuat mengacu pada surat dakwaan, apakah terbukti atau tidaknya berdasarkan fakta hukum persidangan," ujar Sabri usai sidang pembacaan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) pada 20 Agustus 2024 di Pengadilan Negeri Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan kepada media.

Sabri juga menyatakan, bahwa tidak ada satupun unsur tindak pidana dalam Pasal 404 ayat (1) ke-1 KUHP yang terpenuhi dalam kasus ini. 

"Sangat jelas berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan, pemindahan FC Ben Glory bukanlah perbuatan pidana karena diatur berdasarkan Perjanjian Alihmuat Batubara dan bukan perjanjian sewa," tambahnya.

Ia juga menegaskan bahwa perjanjian sewa tidak bisa ditafsirkan atau dianalogikan menjadi hak-hak sebagaimana diatur dalam Pasal 404 ayat (1) ke-1 KUHP. "Tidak ada mens rea dan tidak ada actus reus dalam perkara ini. Seharusnya, surat tuntutan yang tidak didasarkan atau menyimpang dari surat dakwaan harus dianggap kabur atau batal demi hukum," tegas Sabri.

Sabri juga menyoroti permintaan JPU agar FC Ben Glory dirampas dan dilelang, yang menurutnya adalah hal yang berlebihan dan tidak beralasan serta bertentangan dengan hukum. "Kami menyesalkan adanya pembiaran oleh JPU terhadap proses penilaian yang dilakukan oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) terhadap FC Ben Glory yang berstatus sita pengadilan. Hal tersebut melanggar prosedur dan hukum yang berlaku," urainya.

“Kami juga akan menindaklanjuti dan melakukan langkah-langkah hukum yang diperlukan berkaitan penilaian yang dilakukan oleh KJPP, yang mana menurut kami patut diduga telah terjadi informasi yang tidak benar terhadap FC Ben Glory sehingga FC Ben Glory dapat dilakukan penilaian oleh KJPP,” tegas Sabri. 

Sebagai informasi, kontrak bisnis alih muat batubara antara PT IMC Pelita Logistik Tbk dengan PT Sentosa Laju Energy (SLE) berlangsung di Kalimantan Timur. SLE di antaranya dinakhodai oleh Tan Paulin, sosok yang ditulis di media massa beberapa waktu sebagai Ratu Batubara di Kalimantan Timur, dan pada Juli 2024 kemarin rumahnya di Surabaya digeledah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan gratifikasi dan TPPU mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.

Namun, pelaksanaan kontrak bisnis tersebut malah menjadi dakwaan pidana yang menjerat dua mantan Direksi dan juga seorang mantan manajer IMC dengan pasal 404 ayat 1 KUHP. Dakwaan pidana ini juga terkesan dipaksakan mengingat kontrak bisnis merupakan kontrak bisnis alihmuat sedangkan dakwaan pasal 404 KUHP umumnya timbul dalam pelaksanaan perjanjian kredit dalam kaitannya dengan jaminan berupa tanah. 

Dugaan kasus kriminalisasi ini sendiri timbul ketika IMC mengalokasikan Floating Crane keluar dari Kalimantan Timur mengingat tidak adanya pesanan dari SLE. Prosedur pengalihan kapal itu sendiri telah sesuai dengan perjanjian dalam kontrak, yakni jika SLE tidak ada permintaan alih muat sesuai dengan tata cara seperti termuat dalam kontrak, maka IMC selaku penyedia jasa sekaligus pemilik kapal dapat mengalihkan kapal tersebut. 

Singkat cerita, SLE kemudian melaporkan pihak IMC ke Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan dengan tuduhan menarik barang yang masih ada ikatan sewa, yang membawa kasus ini ke ranah pidana. Hingga kemudian berujung pada penetapan tersangka dari pihak IMC pada Oktober 2023 dan disidangkan di PN Batulicin. 

“Padahal, dalam perjanjian juga tertulis, bahwa jika terjadi perselisihan, maka akan diselesaikan melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia,” Sabri mengungkapkan.  

tag: #hukum  

Bagikan Berita ini :

Kemendagri RI
advertisement