Opini

Soekarno-Sukarno, Surabaya-Blitar

Oleh Lukman Hakiem (Staf Khusus Wapres 2001-2004) pada hari Sabtu, 06 Jun 2015 - 07:12:14 WIB | 0 Komentar

Bagikan Berita ini :

73Sukarno.jpg

Sukarno (Sumber foto : Istimewa)

Hari ini 114 tahun yang lalu, seorang bayi laki-laki lahir dari pasangan suami-istri  Raden Sukemi Sosrodihardjo-Idayu. Bayi laki-laki itu diberi nama Kusno. Karena bayi Kusno selalu sakit-sakitan, Raden Sukemi mengganti nama anaknya menjadi Karna.

"Kus, engkau akan kami beri nama Karna. Karna adalah salah seorang pahlawan terbesar dalam cerita Mahabrata. Aku selalu berdoa agar engkau pun menjadi patriot dan pahlawan besar dari rakyatnya. Semoga engkau menjadi Karna yang kedua," ujar Raden Sukemi.  

Awalan "Su" pada kebanyakan nama berarti baik, paling baik. Jadi, Sukarno berarti pahlawan yang paling baik.

Doa Raden Sukemi, dikabulkan Tuhan. Anak lelakinya itulah yang bersama Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, dan memimpinnya sebagai Presiden sejak 1945 sampai 1967.

Sebagai pemimpin yang egaliter, meskipun banyak gelar yang disandangkan kepadanya, Sukarno lebih suka dipanggil --dan rakyat pun dengan takzim memanggilnya-- Bung Karno.

Dari Surabaya ke Blitar

Tentang tempat kelahirannya, dalam "Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia" (Cetakan Kelima, 1988, dan Edisi Revisi, Cetakan Kedua, 2011) Sukarno bercerita bahwa Raden Sukemi mengajukan permohonan kepada Departemen Pengajaran untuk pindah (dari Bali) ke Jawa.

"Bapak dipindah ke Surabaya dan di sanalah aku dilahirkan," kata Bung Karno.

Pada 1917, Raden Sukemi mendapat promosi, dan untuk itu dia harus pindah dari Surabaya ke Blitar. Kota di Jawa Timur ini kemudian menjadi lekat dengan Bung Karno, karena sejak 1917 kedua orang tuanya menetap di Blitar.

Ketika Sukarno sekolah di Surabaya dan indekost di rumah H.O.S. Tjokroaminoto, kakak dan kedua orang tuanya mengirimi uang dari Blitar. "Meski aku menjadi Presiden, "Ibuku tidak mau datang ke Istana Merdeka, jadi aku selalu mohon restu ke Blitar," ujar Bung Karno mengenang.

Lantaran sangat lekatnya Blitar dengan nama besar Bung Karno, banyak kalangan --termasuk Presiden Joko Widodo-- mengira Bung Karno dilahirkan di Blitar.

Sukarno, Bukan Soekarno

Mengenai cara penulisan namanya, Bung Karno mengatakan: "Waktu di sekolah tanda tanganku dieja Soekarno --menurut ejaan Belanda. Setelah Indonesia merdeka, aku menginstruksikan supaya segala ejaan 'OE' kembali ke 'U'. Ejaan dari perkataan SOEkarno menjadi SUkarno. Akan tetapi, tidak mudah untuk mengubah tanda tangan setelah berumur 50 tahun, jadi kalau aku sendiri menulis tandatanganku, aku masih menulis S-O-E." (1988:38,   2011:32).

Masih tentang penulisan nama Bung Karno, Ketua Umum Yayasan Bung Karno, Guruh Sukarno Putra menulis: "Dalam pada itu, kami pun berharap kepada semua pihak agar dalam menulis nama Bung Karno disesuaikan dengan bahasa Indonesia  sebagaimana yang beliau inginkan, yaitu Sukarno, bukan Soekarno. Dengan demikian, penulisan Bandar Udara Soekarno - Hatta pun harus disesuaikan menjadi Bandar Udara Sukarno - Hatta."

Hari ini kita mengenang salah seorang tokoh besar --kalau bukan yang terbesar-- bangsa ini: Sukarno (bukan Soekarno) yang dilahirkan di Surabaya (bukan di Blitar) pada 6 Juni 1901.(*)

 

TeropongRakyat adalah media warga. Setiap opini/berita di TeropongRakyat menjadi tanggung jawab Penulis.

Disclaimer : Kanal opini adalah media warga. Setiap opini di kanal ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.

tag: #sukarno   #blitar   #surabaya   #jokowi  

Bagikan Berita ini :

Kemendagri RI
advertisement