Berita

Anggota DPR Pertanyakan Efektivitas Sanksi Inpres Jokowi Soal Pelanggar Protokol Kesehatan

Oleh Alfin Pulungan pada hari Kamis, 06 Agu 2020 - 11:37:39 WIB | 0 Komentar

Bagikan Berita ini :

tscom_news_photo_1596688328.jpeg

Anggota Komisi IX DPR Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay (Sumber foto : dpr.go.id)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Anggota Komisi Kesehatan (Komisi IX ) DPR Saleh Partaonan Daulay mendukung diterbitkanya Instruksi Presiden (Inpres) No.6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19. Meski begitu, ia memberikan catatan terhadap peraturan yang diteken Presiden Jokowi pada 4 Agustus 2020 itu.

“Kita harus dukung inpres tersebut. Itu bukan untuk kepentingan pemerintah, tetapi untuk kepentingan seluruh masyarakat,"  kata Saleh kepada TeropongSenayan, Kamis, 6 Agustus 2020.

Saleh berharap, dengan diberlakukannya Inpres tersebut, penanganan dan pemutusan mata rantai covid-19 di Indonesia akan segera tercapai. Selain itu, sanksi yang terdapat di dalam inpres itu juga diharapkan dapat menimbulkan efek jera bagi orang-orang yang sering melanggar protokol kesehatan.

Saleh memandang selama ini aturan dan regulasi sudah banyak diterbitkan, tapi kurang tegas dalam memberikan sanksi terhadap para pelanggar. Tidak heran, kata dia, banyak aturan yang tidak efektif dan tidak dilaksanakan.

"Orang tidak takut melakukan pelanggaran karena tidak ada sanksi tegas yang diterapkan," ujarnya.

Politikus Partai Amanat Nasional ini menuturkan, dua hal yang perlu diperhatikan dari inpres yang baru dikeluarkan ini. Pertama berkenaan dengan jenis sanksi dan pembuatan turunan inpres tersebut dalam bentuk peraturan kepala daerah.

Terkait jenis sanksi, Saleh menjelaskan inpres tersebut telah menjelaskan bahwa sanksi bagi para pelanggar adalah teguran lisan atau teguran tertulis, kerja sosial, denda administratif, atau penghentian atau penutupan sementara penyelenggaraan usaha.

"Masalahnya adalah apakah sanksi-sanksi di atas bisa dilaksanakan dengan baik? Lalu, apakah sanksi-sanksi tersebut bisa menimbulkan efek jera?" Kata dia.

“Kalau teguran lisan dan tertulis, saya kira sudah biasa. Sekarang pun, para petugas sudah sering melakukan teguran seperti itu. Sayangnya, pelanggaran tetap saja terjadi. Kalau kerja sosial, bagaimana mengawasinya? Dimana mereka harus dipekerjakan? Begitu juga dengan sanksi administratif yang ada masih perlu diperjelas agar dapat dilaksanakan secara efektif," sambungnya mempertanyakan.

Kedua, menurut Saleh inpres ini dinilai belum bisa langsung diaplikasikan. Pasalnya, inpres tersebut masih menunggu aturan turunan dalam bentuk peraturan kepala daerah. Ini tentu akan sangat tergantung koordinasi dengan seluruh provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

“Kalau mau cepat, menteri dalam negeri harus memonitor pembuatan peraturan kepala daerah ini. Kalau perlu, mendagri memberikan batas waktu. Dengan begitu, turunan inpres tersebut dapat dilaksanakan secara bersamaan di seluruh Indonesia," pungkasnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19. 

Dalam poin 5 mengatur sanksi terhadap pelanggaran penerapan protokol kesehatan.

"Sanksi sebagaimana dimaksud berupa: teguran lisan atau tertulis, kerja sosial, denda administratif, penghentian atau penutupan sementara penyelenggaraan usaha," demikian kutipan dari salinan Inpres, Rabu (5/8).

Adapun protokol kesehatan yang harus dipatuhi meliputi penggunaan masker yang menutup hidung dan mulut hingga dagu jika harus keluar rumah atau interaksi dengan orang lain yang tidak diketahui status kesehatannya, membersihkan tangan secara teratur, pembatasan interaksi fisik (physical distancing), dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

tag: #covid-19   #jokowi   #komisi-ix   #saleh-daulay  

Bagikan Berita ini :

Kemendagri RI
advertisement