Zoom

Wawancara dengan Rocky Gerung: Isu Reshuffle Sampai Kartu Prakerja

Oleh Alfin Pulungan pada hari Jumat, 10 Jul 2020 - 16:26:52 WIB | 0 Komentar

Bagikan Berita ini :

tscom_news_photo_1594373052.jpg

Rocky Gerung (Sumber foto : Istimewa)

TEROPONGSENAYAN --Kepemimpinan Presiden Joko Widodo di periode kedua tak semulus dengan kepemimpinannya di periode pertama. Belum genap setahun menjabat, beragam masalah muncul di tahun 2020.

Masalah itu berpangkal dari serangan virus korona yang merenggut ribuan nyawa masyarakat. Dalam waktu yang sama, ekonomi turut lumpuh. Masalah semakin membesar tatkala Jokowi merubah haluan program Kartu Prakerja untuk menjadi penopang ekonomi yang terpuruk. Prakerja sendiri sempat tersandung skandal karena melibatkan dua nama stafsusnya yang belakangan keluar dari Istana.

Puncak skandal kekuasaan Jokowi ditandai saat ia melontarkan amarah kepada jajaran Menterinya pada Kamis (18/6) lalu. Istana membuka sendiri tabirnya. Ternyata, keterpurukan ekonomi tak lepas dari buruknya kinerja kabinet. 

Meneropong lebih jauh sengkarut masalah tersebut, kali ini Teropong Senayan akan menghadirkan hasil wawancara dengan pengamat politik Rocky Gerung. Seperti apa analisanya melihat tumpukan masalah negara di tangan Jokowi? Simak ulasannya.


T: Di tengah pandemi, ada isyu reshuffle. Meski buru buru diralat oleh Mensesneg. Sebenarnya ada apa? 

R: Saya kira semua Partai tidak gentar dengan isu reshuffle karena bila hari ini dilakukan justru bakal membahayakan kepentingan Presiden ke depan. Presiden berkepentingan mengakhiri periode keduanya dengan baik, soft landing, bukan crash landing. Demi kepentingan itu, Presiden harus memelihara hubungan baik dengan Partai Partai besar dalam koalisinya. Karena itu, kalau pun reshuffle dipaksakan, itu akan terbatas pada posisi posisi yang tak diisi orang partai. Presiden mungkin berani mengganti Menko Polhukam tapi dia pasti tidak berani mengganti Menko Perekonomian, misalnya. Tapi kalau reshuffle cuma untuk keperluan kemanan politik Presiden, apa untungnya buat rakyat?

T: Jadi memang tidak ada keperluan objektif bagi reshuffle?

R: Ini masalahnya adalah kepemimpinan Jokowi. Kita perhatikan, atas nama "keadaan luar biasa", yaitu darurat kesehatan akibat pandemi Covid-19, Presiden melakukan langkah-langkah luar biasa di luar norma demokrasi dan pemerintahan bersih. Tapi lihat hasilnya: parameter kesehatan, demokrasi dan ekonomi, semuanya justru memburuk. Itu keadaan objektifnya. Reshuffle dari sisi itu tentu diperlukan. Tapi itu mustahil karena Presiden ditawan oleh kepentingannya sendiri. Makanya, tiket pertunjukkan kemarahan Presiden kemarin itu, dijual untuk satu malam saja. Cepat cepat diralat oleh Mensesneg.

T: Bisa dijelaskan maksud Anda langkah-langkah Presiden di luar norma demokrasi dan pemerintahan bersih?

R: Perpu Covid-19 itu mengingkari hak konstitusional DPR, yakni Hak Anggaran. Pemerintah bisa menetapkan dan mengubah sendiri APBN dan ambang batas defisit APBN tanpa persetujuan DPR lebih dulu. Di bidang perekonomian, ada skandal kartu prakerja. Triliunan duit negara dipakai untuk menguntungkan bisnis pelatihan online. Lucunya, KPK bukan menindak, tapi cuma memberi masukan untuk mencegah KKN. Padahal praktek KKN di situ sudah terjadi. Mencegah hal yang sudah terjadi itu gimana caranya? 

T: Tapi lebih penting mana: kesehatan atau demokrasi dan pemerintahan bersih?

R: Harusnya tidak dipertandingkan. Banyak karya akademis menerangkan, demokrasi  lebih menunjang keberhasilan mitigasi pandemi dibanding sentralisasi politik. Memang pandemi ini di semua negara mengakibatkan masalah ekonomi yang serius. Tapi kerusakan ekonomi yang lebih serius lebih banyak terjadi di negara yang korup. Di Indonesia, semua masalah itu terjadi akibat Presiden semula memandang enteng serangan pandemi ini. Presiden lambat dan gagal mengambil kebijakan yang dibutuhkan oleh keadaan. Tapi dia membuat pertunjukkan agar rakyat cuma menyoroti para menterinya. 

T: Menurut Anda, pertunjukkan itu berhasil?

R: Di masa pandemi ini, rakyat mengalami kesulitan ekonomi dan tekanan pada kebebasan sipil, bukan semata ancaman kematian akibat penyakit. Maka setelah pidato Presiden itu, para menteri yang disorot oleh publik adalah Menteri Kesehatan, Menko Perekonomian, Menteri Keuangan dan Menko Polhukam. Bukan berarti menteri lain lebih baik. Mereka kurang disorot karena kebijakan mereka  praktis tidak terlihat, dengan pengecualian Menteri BUMN. Kabarnya,  kesibukan utama Erick Thohir mengganti pimpinan BUMN oleh kawan-kawan lamanya?

tag: #rocky-gerung   #reshuffle-kabinet   #kinerja-jokowi   #menteri-jokowi  

Bagikan Berita ini :

Kemendagri RI
advertisement