Opini

Renovasi TIM dan Upaya Menutup Ruang Publik

Oleh Muslim Arbi Aktivis Demokrasi pada hari Selasa, 07 Jul 2020 - 09:13:12 WIB | 0 Komentar

Bagikan Berita ini :

tscom_news_photo_1594087992.jpg

Muslim Arbi (Sumber foto : Ist)

Taman Ismail Marzuki (TIM) adalah Taman Budaya, Taman Peradaban, Taman Kesusasteraan, Taman Kumpul Para Aktivis. Di sana ada Akademi Seni, ada planetarium, Ruang Orasi, Ruang HB Yassin, Masjid Amir Hamzah. Sering di pakai oleh Kiai Kanjeng Emha Ainun Najib, Bang Hariman Siregar, Tokoh Malari yang melegenda sering sampaikan orasinya peringati Malari. 

Kalau malam hari tempat kumpul, ramai aktivis, seniman, budayawan dan tokoh pergerakan. Para penjaja kuliner pun ramai mengais rezeki malam. Suasana itu  jadi simbol keramaian Ibu Kota malam hari. 

Para Sastrawan juga sering kumpul, sering mondar mandir seperti Sutarzi Koltsum Bahri, dll. Sering juga tempat kumpul para aktivis gelar aksi dan orasi di pelataran depan pada hari tertentu saat masih di Era pemerintahan SBY.

Dahulu, sastrawan, novelis, sutradara dan penulis Motinggo Busye pernah sebut TIM sebagai Universitas Lidah Buaya. Motinggo adalah Guru, Orang Tua, teman diskusi yang hangat. Selain Motinggo yang lebih saya suka panggil Abu, ada Abdul Hadi WM yang sekarang sudah hijrah ke Malaysia sebagai guru besar di negeri jiran itu. 

Taman Ismail Marzuki, juga tempat berkumpul para Aktivis senior sekelas Babe Ridwan Saidi, Sri Bintang Pamungkas, Dr Zulkifli Ekomei, Bang Benny Fatah, Bang Hatta Taliwang salah satu pentolan Gerakan 77/78. Saking sering menjumpai Aktivis Pandapotan Lubis di TIM, saya menyebut nya Lurah TIM. Juga ada Muklis Abdullah, teman akrab Lubis, Mona, Ita, Rinjani, Susi, dsb.

Sabtu siang (4/6), Bang Hatta Taliwang curhat via telepon ke saya soal TIM yang dahulu tempat kumpul rekan aktivis, untuk ruang diskusi dan demokrasi, kini semua itu sirna setelah di musnahkan oleh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Dan ruang diskusi murah itu kini lenyap. Saya anggap ada upaya sistematis, untuk menutup ruang publik untuk ajang curhat dan semaikan ide dan gagasan demokrasi untuk perubahan bagi negeri ini.

Dahulu ada Kafe Penus, milik Bang Ucup yang pernah menjadi tempat di rayakan Hari Ulang Tahun ke 75 Babe Ridwan Saidi yang juga dihadiri oleh Gubernur Anies Baswedan, Politisi DKI Haji Lulung, Bang Amir Hamzah dan HS Dilon juga pimpinan Ormas Betawi Rempug (FBR) dsb. Kini kafe Bang Ucup pun tergusur dan pindah ke Jln Percetakan Negara. Selain kafe Penus ada Kafe Century juga tempat kumpul teman2 àktivis. 

Sekarang TIM direnovasi oleh Gubernur DKI, Anies tapi apakah masih tersisa ruang budaya, peradaban, demokrasi dan nilai kemanusiaan?

Mestinya TIM dikembalikan seperti sedia kala, tempat gelar nilai budaya, demokrasi, seni. Taman Ismail Marzuki semesti nya di hidupkan kembali untuk itu. Jika tidak ada ruang murah untuk tempat kumpul aktifis. Pemprov DKI menjadi pembunuh ruang sejarah kebesaran TIM yang di gagas oleh Seniman dan Budayawan Legendaris, Ismail Marzuki. Taman Ismail Marzuki, adalah diantara Ruh Ibukota dan Ruh Negeri ini. 

Air mata Hatta Taliwang akan terus mengalir deras, jika TIM tidak dikembalikan seperti semula, tempat kumpul aktifis. Dan air mata itu air mata kami semua. Ayo Gubernur Anies, Anda pasti bisa kembalikan Taman Ismail Marzuki seperti sedia kala. Jangan sampai TIM yang habis direnovasi dengan anggaran ratusan miliar itu, cuma tempat kumpul anak UGM doang cetus Babe Ridwan Saidi, Tokoh Aktivis Senior, Budayawan dan Sejarawan .

.

Disclaimer : Kanal opini adalah media warga. Setiap opini di kanal ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.

tag: #anies-baswedan   #budaya  

Bagikan Berita ini :

Kemendagri RI
advertisement