Bagikan Berita ini :
(Sumber foto : Istimewa)
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Mantan Plt Ketua KPK, Taufiequrrachman Ruki membantah tudingan anggota Komisi III DPR, Arsul Sani yang menyebut pimpinan KPK pada periodenya sebagai inisiator revisi UU KPK. Ruki menegaskan kala itu, justru pihaknya tak setuju revisi UU KPK.
Ruki mengatakan ketidaksetujuan revisi UU KPK bahkan disampaikan dalam surat jawaban pimpinan KPK atas surat Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta pendapat dan pandangan KPK mengenai revisi UU KPK. Dalam surat itu, kata dia, tak pernah ada usulan dari pihaknya kepada pemerintah untuk merevisi UU KPK.
"(Surat itu) ditandatangani kami berlima. Tidak cuma Taufik sendiri, tapi lima pimpinan. Apa jawaban kami terhadap surat itu? Pertama pada prinsipnya kami pimpinan KPK tidak setuju keinginan beberapa anggota DPR untuk merevisi UU KPK," kata Ruki kepada wartawan, Sabtu (7/9/2019).
Ruki mengatakan, kala itu pimpinan KPK juga menyarankan agar pemerintah dan DPR merevisi dan harmonisasi UU nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor, KUHP, dan KUHAP sebelum merevisi UU KPK. Menurut dia, UU tersebut lebih urgen untuk direvisi.
"Jadi sebelum UU nomor 30 tahun 2002 diubah, pemerintah ubah ini (UU nomor 31/1999, KUHP, dan KUHAP) dulu," jelasnya.
Selain itu, pihaknya menyarankan, jika memang pemerintah memandang perlu, pimpinan KPK mendesak revisi UU itu ditujukan untuk menguatkan tugas dan fungsi KPK bukan sebaliknya. Sebab, menurut Ruki, selama ini draf revisi UU KPK dinilai akan melemahkan KPK.
"Terhadap rumusan substansi di atas, KPK berharap pemerintah bisa pertahankan usul KPK," katanya.
Ruki pun mengaku sedih dirinya dituding mengusulkan revisi UU KPK. "Saya sangat sedih selalu terjadi misleading dan misinformation. Dan ketika itu terjadi kesalahan semua ditudingkan ke saya," kata Ruki.
"Saya sebenarnya tidak pernah mau bicara, tidak mau mengklaim tapi karena saya sudah dipojokkan sama sekali jadi saya buka bahwa semua itu tidak benar. Jangan biasakan memutarbalikkan fakta karena yang benar bukan itu," imbuhnya.
Sebelumnya, Arsul Sani menunjukkan salah satu arsip rapat bersama KPK. Dalam arsip yang ditunjukkan Arsul Sani tertulis rapat tersebut pada 19 November 2015. KPK pada periode November 2015 masih diisi Plt Ketua KPK Taufiequrachman Ruki, Indriyanto Seno Adji dan Johan Budi. Dua nama lainnya yakni Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain.
Arsip itu memperlihatkan poin-poin masukan dari KPK saat rapat bersama dengan DPR. Ada bagian soal "5 Poin Masukan dari KPK". Poin keempat (IV) dalam arsip itu tertulis tentang penyempurnaan revisi UU KPK. Berikut ini bunyinya:
IV. Terkait Penyempurnaan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
1. Revisi tetap dalam rangka untuk memperkuat kelembagaan KPK, bukan untuk melakukan pelemahan terhadap lembaga KPK.
2. Penguatan kelembagaan tersebut, berfokus kepada pengaturan beberapa ketentuan dalam UU KPK, yaitu:
a. Kewenangan KPK dalam melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan,
b. Pembentukan Dewan Pengawas KPK,
c. Kewenangan KPK dalam mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan,
d. Kewenangan KPK dalam mengangkat Penyelidik, Penyidik, dan Penuntut Umum.
Arsul menyatakan pihaknya melihat KPK sebagai lembaga, bukan orang per orang. Dia menyebut revisi UU KPK intinya pernah dibahas bersama KPK periode saat ini.
"Kami melihatnya KPK sebagai lembaga dan pimpinannya sebagai representasi lembaga, bukan siapa orangnya. Jadi yang harus dilihat adalah bahwa soal revisi ini pernah dibicarakan dengan pimpinan KPK di DPR periode ini, terlepas siapa-siapa pimpinan KPK-nya," jelas Arsul kepada wartawan, Jumat (6/9). (Bara/Detik)
tag: #kpk #ketua-kpkBagikan Berita ini :