Bagikan Berita ini :
Prabowo Subianto (Sumber foto : Ist)
Sudah ada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan kubu Prabowo-Sandi ditolak. Artinya, Jokowi jadi presiden.
Gak perlu kaget! Tulisan ini juga dibuat sebelum MK membacakan amar putusannya. Semua sudah jelas di depan mata. Arteria yang dalam talk show-nya di TV One menyatakan 100 persen yakin Jokowi menang, Yusril Ihza Mahendra, ketua kuasa hukum 01 yang ngajak rakyat menyaksikan pembacaan putusan MK melalui tweet-nya dan Denny JA yang ajak "taruhan sosial" di group WA, semuanya bisa jadi informasi, tepatnya bocoran yang terpercaya mengingat ketiganya adalah orang-orang penting di istana.
Kabar pertemuan Prabowo dengan sejumlah elit istana di bulan Ramadhan seolah memberi sinyal pengakuan atas kemenangan Jokowi-Ma"ruf. Maksudnya? Prabowo-Sandi dan BPN diduga sudah tahu hasil MK. Serapat-rapatnya MK menyimpan, akan bocor juga.
Kok Prabowo ketemu elit istana, berarti ada deal dong? Pasti! Dealnya apa? Nanti lu juga bakal tahu. Kabar yang beredar, itu terpaksa dilakukan untuk kepentingan para pendukung. Sejumlah tersangka yang ditahan seperti Egy Sudjana dkk dikeluarkan. Ini contoh konkretnya. Sampai disini, komitmen Prabowo terhadap para pendukung perlu diapresiasi. Alias tidak diragukan. Bukan untuk kepenting partai koalisi, terutama Gerindra? Nah, soal ini, kita tunggu langkah Prabowo pasca putusan MK. Sabar!
Lepas ada tidaknya intervensi terhadap MK sebagaimana dugaan intervensi atas institusi-institusi pemilu dan aparatur negara yang salama ini jadi perbincangan hangat publik, yang pasti Jokowi ditetapkan oleh MK menjadi presiden yang terpilih. Sah secara konstitusional.
Lalu, bagaiman nasib koalisi Prabowo-Sandi? Tetap, atau bubar? Publik tahu, Demokrat sudah balik kanan. Jauh hari sebelum Prabowo-Sandi memutuskan ke MK. PAN sudah bolak-balik ke istana. Untuk apa? Mosok sekedar ngopi? Ya enggaklah! Pasti ada pembicaraan khusus.
Yang jelas, kedua partai ini confirm mau bergabung dengan koalisi Jokowi-Ma"ruf. Soal diterima tidaknya, itu soal lain. Tapi, koalisi Prabowo-Sandi tinggal dua partai yaitu Gerindra dan PKS. Partai Berkarya? Gak masuk hitungan. Karena tak punya kursi di DPR.
Apakah Gerindra dan PKS akan bertahan sebagai oposisi? Bergantung! Pertama, kalau Gerindra komitmen terkait Wagub DKI, maka koalisi ini akan solid. Meski hanya dua partai. Tak masalah, karena selama ini hanya dua partai inilah yang konsisten dan mampu bertahan sebagai oposisi. Pilihan sebagai oposisi itu tepat jika orientasinya adalah investasi suara untuk lima tahun kedepan. Mau jadi partai besar, pilihan yang tepat untuk tetap jadi oposisi.
Ini juga penting bagi tegaknya demokrasi. Karena syarat negara itu dianggap demokratis jika cek and balance itu terjadi. Parlemen tidak diisi oleh orang-orang yang pro pemerintah saja. Tetap ada oposisi yang mengontrol.
Kedua, bergantung daya tahan Gerindra menghadapi bujuk-rayu dan mungkin juga tekanan dari penguasa. Bahkan juga bujuk rayu dari kawan koalisinya sendiri. Partai apa itu? Ah, kayak gak tahu aja. Tanya sama Pak Amien Rais. Ini godaan yang cukup berat. Selain desakan sejumlah elit dari internal partai Gerindra sendiri.
Ketiga, bergantung juga seberapa besar tekanan yang datang dari para pendukung terhadap Prabowo-Sandi. Mereka akan sangat kecewa jika Prabowo-Sandi memutuskan untuk berkoalisi dengan Jokowi-Ma"ruf.
Meski pilihan untuk gabung dengan penguasa oleh partai dianggap logis, terutama untuk mengakomodasi kepentingan para kader dan alasan kebutuhan logistik, tapi bagi para pendukung Prabowo-Sandi tetap dianggap sebagai penghianat.
Selama ini, kenapa para pendukung memberikan pilihannya kepada Prabowo-Sandi, karena mereka tidak menginginkan Jokowi jadi presiden lagi. Makanya ada tagar #2019GantiPresiden. Lalu para pendukung ini all out dengan tenaga, dana, dan semua potensi kekuatannya dikerahkan sebagai ikhtiar mendorong Prabowo jadi presiden. Menggantikan Jokowi. Bahkan ada sembilan orang berkorban nyawa. Lalu, ketika kalah, Prabowo gabung dengan Jokowi. Kalau bukan penghianatan, itu apa namanya? Protes sejumlah pendukung.
Ketika Prabowo-Sandi melarang para pendukung untuk turun ke MK saja, mereka kecewa. Malah curiga. Apalagi ikut bergabung dengan kekuasaan. Makin kecewa lagi.
Jika Prabowo-Sandi ikut berkoalisi dengan penguasa, itu sama saja mengakui kemenangan Jokowi-Ma"ruf. Lalu kenapa sebelumnya teriak ada Kecurangan TSM? Berarti gak konsisten. Bukankah majunya Prabowo-Sandi didorong oleh kekhawatiran bahwa negara ini berjalan ke arah yang salah dan bahkan berpotensi bubar di tahun 2030? Kalau sekarang gabung, berarti narasi-narasi kampanye itu kebohongan belaka dong? Hanya sandiwara dong? Itulah kekecewaan para pendukung.
Dalam situasi dilematis ini, Prabowo sedang diuji. Kalau dia memutuskan untuk bersama-sama para pendukung, mengambil posisi sebagai oposisi, maka dia akan tetap dihormati bahkan diapresiasi sebagai pahlawan. Narasi patriotisme yang selama ini digaungkankan oleh Prabowo akan di-amin-kan oleh para pendukungnya. Tapi, jika Prabowo justru memutuskan sebaliknya, menerima pinangan istana dan bergabung dalam koalisi kekuasaan, maka rakyat yang mendukungnya akan menganggap Prabowo sebagai pecundang. Kini rakyat yang mendukung Prabowo sedang menunggu, apakah Prabowo akan memilih jadi pahlawan, atau pecundang.
Jakarta, 26/6/2019 (*)
Disclaimer : Kanal opini adalah media warga. Setiap opini di kanal ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.
tag: #pilpres-2019 #prabowosandiagaBagikan Berita ini :