Bagikan Berita ini :
Muchtar Effendi Harahap, Ketua Dewan Pendiri NSEAS (Network for South East Asian Studies) (Sumber foto : Ariady Achmad/TeropongSenayan)
Indonesia era reformasi mengalami suatu kecenderungan "parpolisasi". Parpolisasi ditandai yakni semangkin meningkatnya peran kader parpol dalam berbagai bidang kehidupan.
Baik dalam pemerintahan dan negara, dunia usaha maupun perekonomian serta kehidupan sosial budaya. Salah satu ciri yang cukup mengkhawatirkan parpolisasi adalah munculnya kultur transaksionalisme.
Kecenderungan parpolisasi menyebabkan ada tujuh kondisi Indonesia masa kini. Tujuh kondisi itu adalah sebagai berikut :
(1). Penentu kebijakan negara berada di pimpinan parpol di luar negara.
(2). Politik kartel dan perilaku korupsi kader parpol meningkat baik kuantitatif maupun kualitatif dana APBN/APBD juga "korupsi sandera negara".
(3). Penyelenggaraan urusan pemerintahan lebih mengutamakan kepentingan dan kesejahteraan kelompok kader parpol dan kroni-kroninyanya, bukan kesejahteraan rakyat kebanyakan sebagaimana dalam Pembukaan UUD 1945.
(4). Proses demokratisasi terjadi tanpa kekuatan parpol atau kumpulan parpol oposisi, tetapi lebih mengutamakan koalisi.
(5). Dengan demokratisasi tanpa oposisi, kualitas kebijakan pemerintah menjadi tak efektif dan efisien.(*)
TeropongRakyat adalah media warga. Setiap opini/berita di TeropongRakyat menjadi tanggung jawab Penulis.
Disclaimer : Kanal opini adalah media warga. Setiap opini di kanal ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.
tag: #muchtar effendi #lima hal parpolisasi #transaksionalBagikan Berita ini :